Warung Sido Semi Kotagede


Nama: Warung Sido Semi
Lokasi: Kotagede
Harga: kisaran Rp3000 - Rp7000

Berkunjung ke Kotagede sembari mencari kuliner yang enak? Kita bisa ke Lapangan Karang kalau sore-sore. Tapi bagaimana kalau sedang haus? Mungkin ke warung jadul yang namanya Warung Sido Semi ini bisa mengobati dahaga kita.
Ya warung ini mungkin cukup terkenal, di ranah dunia maya, bahkan sering sekali masuk program kuliner di televisi. Dari yang pernah penulis tonton di televisi, yang menjadi andalan warung ini adalah es burjo (bubur kacang hijau). Ditemani dengan rasa penasaran, dan karena pada saat hari itu siang hari dan penulis sedang melewati daerah Kotagede, mampirlah kami ke warung Sido Semi. Awalnya karena tidak sengaja, saat penulis menelusuri jalan kuno di Kotagede, membayangkan bahwa daerah ini dulunya adalah ibukota kerajaan Mataram kuno, kota metropolitan layaknya Jakarta sekarang, dengan jalan-jalan yang besar dan beraspal serta banyaknya pendatang, penulis melewati makam Raja Mataram, saat menoleh ke kanan ternyata terlihatlah papan nama yang sudah termakan usia puluhan tahun tersebut, Warung Sido Semi.
Akhirnya ketemu juga, batin penulis dalam hati. Oh ini ya yang terkenal di teve dan web-web kuliner, yang katanya legendaris karena kejadulannya. Penulis langsung berputar arah dan masuk ke warung untuk mencicipi es burjo.
Saat masuk ke warung, suasana agak ramai, ada dua orang gadis yang berparas modern dan manis sedang menikmati mangkok bakso mereka, ibu dengan anaknya yang masih SD juga sedang menikmati bakso, dan ada bapak-bapak yang sedang menikmati bakso juga. Rupanya bakso menjadi menu andalan di sini, melihat papan nama yang ada, terasa warung ini masih mempertahankan papan nama dari tahun 1960-an sepertinya, karena daftar harganya masih menggunakan bilangan sen.
Penulis agak terganggu dengan bau yang ditimbulkan dari unggas yang menyeruak di seisi ruangan warung. Mungkin dari kandang burung yang memang banyak digantung di depan warung ini, yang jelas bau unggas ini cukup menusuk hidung dan bagi yang tidak terbiasa bisa saja langsung kehilangan selera makan. Kami memesan es dawet dan es burjo, karena es burjonya memang tinggal satu porsi, maka kami pesan es dawet juga. Pemilik warung seorang lelaki berusia dewasa, dengan bahasa Jawa halus menawarkan bakso, tetapi kami menolaknya, ya kami cuma memesan es saja.
Jangan harapkan mendapatkan suasana nyaman layaknya kafe di warung ini, karena warung ini hanya menyediakan tempat duduk lincak dari bambu, dan bangku ala pedagang kaki lima di pinggir jalan. Mengabaikan unsur bau unggas tadi, kami mencoba es dawet dan burjo yang dihidangkan, termyata tidak ada yang spesial, dan presenter acara kuliner yang memuji kelezatan es burjo di warung ini setinggi langit ternyata terbukti salah. Burjo dilengkapi dengan serutan es halus, dan rasa kacang hijaunya tawar saja, tidak terasa manis, dan hanya dari santan encernya saja ada rasa manis yang terasa dari gula jawa.
Dan setelah seselesainya kami meminum es ini, kami segera membayar. Tigaribu rupiah untuk es burjo dan duaribu rupiah untuk es dawet. Murah memang, tapi penulis merasakan kekurangnyamanan untuk bersantai lama di warung ini, karena semenjak awal sudah terganggu dengan bau unggas di dalam warung.
Bagi yang menginginkan keunikan khas warung tempo dulu, berkunjung ke warung ini bisa jadi opsi yang menarik, jika Anda memang penat dengan kenyamanan kafe, yah sepertinya perlu juga penyeimbang dengan menikmati kesederhanaan yang ditawarkan oleh Warung Sido Semi.

Komentar